Skip to main content
Artikel

Merdeka Ekonomi bermula dari Merdeka Hati

Merdeka Ekonomi bermula dari Merdeka Hati Ary Ginanjar Agustian

Seringkali banyak dari kita mengeluhkan berbagai masalah yang dialami dalam hidup. Bahkan bisa jadi banyak dari kita yang merasa kurang bahagia, padahal telah memiliki berbagai kemewahan dan kelebihan. Banyak juga dari kita yang merasakan keluhan kesehatan, lalu mengeluhkan itu dan bahkan mendramatisir hingga malah membuat performa dan kinerja menjadi turun. Padahal, kita hidup di zaman dimana segala sesuatu berlangsung dengan serba mudah.  

 

Bayangkan bila kita hidup di Indonesia di masa tahun 1930an. Masa dimana Indonesia berada di zaman penuh perang. Masa dimana perjuangan dan pergolakan berlangsung secara fisik. Dimana kelaparan terjadi dimana-mana. Tidak ada pekerjaan yang mapan di kantor bertingkat tinggi. Tidak ada angkot, bus, taksi, gojek, yang ada hanya dokar dan kuda, serta sedikit sekali mobil dan motor. Apakah anda masih ingin mengeluh? Bayangkan indonesia tanpa mall-mall mewah, tanpa caffee dan restoran yang berderet-deret. Bayangkan anak-anak yang kelaparan, dan kita sulit mendapatkan makanan. Tak ada go-food, sedikit sekali warung. Apakah anda masih ingin mengeluh?

 

Bila kita saat ini mengeluh hanya karena macet. Bila kita saat ini mengeluh hanya karena orangtua atau anak sakit. Bila kita saat ini mengeluh karena masalah di tempat kerja. Karena kesibukan yang begitu membuat kepala sakit dan terasa berat. Ingatlah bahwa apa yang kita nikmati saat ini, adalah hasil pertumpahan darah dari para pejuang di kurun waktu lebih dari 73 tahun yang lalu.

 

Bila kita memiliki semangat juang ala 45, berbagai masalah itu bisa kita anggap kecil dan tidak ada. Karena dulu, para pahlawan kemerdekaan, lahir dalam periode yang penuh kesulitan. Dalam kungkungan penjajahan, rakyat kita pun dalam kondisi masyarakat yang terpinggirkan karena masuk sebagai warga kelas dua atau kelas tiga.

 

Sekarang, tantangan kita adalah dalam mewujudkan semangat juang ke dalam keseharian kita. Bagaimana dalam dunia kerja kita bersikap adil, tanggung jawab, jujur, visioner, disiplin, dan mampu bekerjasama dengan baik dengan rekan-rekan dengan latar yang beragam. Bagaimana 7 budi utama tersebut tegak menjadi karakter yang kokoh dalam diri kita sehari-hari.

 

Kita saat ini mungkin hanya mengeluhkan kepala yang sakit, atau anggota tubuh lain yang sakit. Sementara pejuang di masa lalu, harus berhadapan dengan luka yang menganga di tangan, kepala, atau bagian tubuh lainnya, dan masih harus memikirkan apakah anak-anak dapat makan hari itu. Bayangkan sulitnya mencari makan, hingga harus merebus singkong dan dedaunan saja sudah terasa amat mewah. Sementara saat ini kita dapat memesan apapun via app di hp seperti go-food atau grab-food.

 

Bagaimana kita saat ini memiliki kendaraan, rumah, tabungan, kartu kredit, namun masih mengeluh dan merasa kurang karena kita menginginkan barang mewah yang diimpikan. Bagaimana kita saat ini mengeluhkan atasan atau rekan kerja yang gak asyik, gak keren dan gak gaul. Padahal di saat zaman perjuangan dahulu, kita harus berhari-hari jauh dari keramaian kota, dan bergerilya mencari kelemahan musuh, lalu mempertaruhkan nyawa untuk mengobarkan panji kemerdekaan.

 

Lalu mengapa kita masih kurang dalam bersyukur? Karena dalam psikologi kecerdasan tahan malang (adversity quotient), kemampuan kita untuk dapat menemukan peluang, harapan, kebahagiaan, kesempatan, sudut pandang baru, pengayaan pengalaman, di tengah kesulitan adalah kunci untuk menaiki jenjang karir dengan baik. Bagaimana kita harus mengaktifkan kemampuan kecerdasan emosional dan spiritual untuk dapat menghargai segala yang kita miliki, dan untuk merasa bahagia atas apa yang dikaruniakan Tuhan atas semua nikmatNya tersebut.

 

Mari mulai temukan spirit syukur ini atas nikmat kemerdekaan saat ini, dan kobarkan semangat juang yang lebih tinggi, agar kita dapat menang sebagai bangsa yang lebih baik di kancah dunia. Memperjuangkan performa kerja tinggi sebagai sebuah bangsa yang dapat memenangkan persaingan global, agar perusahaan dimana kita bekerja dapat menggalang keuntungan yang dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemajuan Indonesia sebagai sebuah bangsa. Mencapai kemerdekaan ekonomi, yang bermula dari kemerdekaan hati. Salam Juang dari ESQ. Merdeka!!

 

Writer : Gina

Salam,

Ary Ginanjar Agustian