Skip to main content
Artikel

Pencarian Tujuan Hidup dan Harapan Palsu ala Dimas Kanjeng: Fenomena Penipuan Puluhan Ribu orang oleh Taat Pribadi

Pencarian Tujuan Hidup dan Harapan Palsu ala Dimas Kanjeng Fenomena Penipuan Puluhan Ribu orang oleh Taat Pribadi - Ary Ginanjar Agustian

Kemiskinan, adalah fenomena yang dihadapi oleh lebih dari sepuluh persen penduduk Indonesia. Data dari Biro Pusat Statistik pada tanggal 18 Juli 2016 menyebutkan bahwa ada 28 juta penduduk Indonesia yang masih berada dibawah garis kemiskinan.

Hidup di bawah standar kecukupan, mengalami kelaparan, kekurangan sandang dan pangan, tidak memiliki tempat tinggal tetap, dan tidak memiliki bekal pendidikan untuk merubah hidup mereka. Akhirnya membuat para penduduk miskin ini menjadi sasaran empuk untuk sejumlah pihak.

Di tengah penderitaan, sebuah nasihat sederhana sekalipun, bisa mengubah hidup mereka, pandangan hidup mereka. Pun apalagi, sebuah mimpi di siang bolong. Sebuah janji untuk menggandakan uang hingga berkali lipat jumlah sebelumnya. Hingga seorang tokoh yang duduk di kursi singgasana dan mengambil uang jutaan rupiah dari (kantong yang disembunyikan di balik) punggungnya dan menghamburkannya ke depannya tiap beberapa menit sekali pun kemudian menjadi sesembahan baru. Yang tidak hanya menipu kaum miskin dan tak berpendidikan, tapi juga mengaburkan pandangan orang-orang berpendidikan tinggi sekelas professor.

Victor Frankl, dalam bukunya In Search for Meaning, menyampaikan bahwa hal terbaik yang bisa diberikan kepada mereka yang menderita adalah memberikan tujuan hidup kepada mereka. Hal ini bisa mengurangi penderitaan dan membuat mereka bisa melalui saat-saat paling menyakitkan dalam hidup mereka. Frankl mengutip Nietzsche yang mengatakan “ia yang memiliki alasan untuk hidup, dapat mengatasi kesulitan apapun”.

Frankl membantu para tahanan di kamp Nazi untuk bisa bertahan hidup, dengan mengajarkan pada mereka untuk selalu bercukur setiap hari, sekalipun dengan pecahan kaca. Hal ini yang disebutnya sebagai psychohygienic, adalah sebuah upaya menjaga kebersihan diri, yang dengannya bisa membuat perasaan seseorang lebih positif, dan membuat keadaan psikologisnya membaik. Psychohygienic ini adalah suatu bentuk psikoterapi juga, menurut Frankl.

Frankl menyatakan bahwa salah satu cara untuk membantu mereka yang menderita adalah dengan memberi mereka sebuah “why”, suatu alasan untuk hidup. “why” inilah yang akan memperkuat mereka yang tengah menderita, dan membantu mereka untuk bertahan dan agar bisa menghadapi kenyataan hidup mereka, seberat apapun itu.

Apa yang dikemukakan Frankl ini dapat menjelaskan fenomena yang tengah menjadi buah bibir di masyarakat kita, yaitu tentang kekisruhan yang disebabkan oleh seorang Taat Pribadi, yang menyebarkan harapan palsu ini di masyarakat, dengan menjanjikan bisa menggandakan jumlah uang yang mereka miliki.

Berbulan-bulan hingga bertahun-tahun, pengikut Taat Pribadi memaksa diri mereka sendiri untuk bertahan di Padepokan milik sang Kanjeng Dimas, di Probolinggo, menunggu agar uang yang mereka serahkan, kembali pada mereka dengan jumlah dua kali lipatnya. Namun yang terjadi sebaliknya. Hingga terhamparlah di belakang Padepokannya, pemakaman tanpa nama tanpa pusara, seiring dengan hilangnya sejumlah pengikutnya secara misterius. Jumlah yang diserahkan pengikut pun tidak hanya sejuta atau dua juta, tapi mencapai hingga ratusan milyar. Dan dengan kharisma yang dimilikinya, Taat Pribadi bisa mengelabui sang pemilik uang dengan menyerahkan logam batangan yang disebutnya akan berubah menjadi emas, dan tumpukan kertas yang disebutnya akan berubah menjadi uang asli.

Lepas dari apakah Taat Pribadi memiliki kemampuan hipnotis, ia jelas memiliki kemampuan persuasif yang amat mumpuni, hingga pemilik uang milyaran dan kaum intelektual sekelas Profesor bisa ikut dikelabuhinya.

Latar belakang psikologis apakah, yang melatar belakangi hingga puluhan ribu orang menjadi pengikut seorang Penipu yang mengangkat dirinya menjadi Raja Probolinggo ini?

Di dalam ilmu psikologi, kita mengenal istilah kesejahteraan psikologis, atau psychological well being. Konsep ini dikembangkan oleh Ryff (1989) yang didalamnya terdapat 6 dimensi yaitu ; penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain, otonomi, penguasaan lingkungan, tujuan hidup, dan pertumbuhan pribadi. Apabila ada salah satu dari 6 unsur ini yang tidak terpenuhi, kesejahteraan psikologis seseorang menjadi terganggu, dan menyebabkan ia mencari cara untuk memperoleh keseimbangan hingga ia dapat mencapai kesejahteraan psikologis tersebut.

Ryff & Essex (1992) mengungkapkan bahwa unsur pengalaman hidup yang mempengaruhi psychological well being adalah : 1) perbandingan sosial; bila individu membandingkan diri secara positif terhadap kelompok yang setara, maka semakin besar kemungkinan untuk mencapai kesehatan dan kepuasan hidup subjektif. 2) perwujudan penghargaan; seringkali orang menghargai dirinya dengan melihat umpan balik yang diberikan oleh orang lain. 3) pemusatan psikologis ; apa yang dikembangkan orang dari dirinya, menjadi pemusatan psikologis dirinya, contohnya bakat, kemampuan fisik atau kemampuan intelektual.

Bila kita kupas dari unsur pertama saja, yaitu perbandingan sosial, seorang anggota masyarakat yang telah memiliki harta ratusan milyar pun bisa jadi masih belum merasa cukup, selama masih ada orang yang lebih kaya dari dirinya.

Demikian juga bila hal yang kedua, perwujudan penghargaan berupa umpan balik dari orang lain pada diri seseorang ternyata diterima dalam bentuk hal yang negatif atau tidak sesuai harapan, maka seseorang itu bisa menjadi tidak bahagia dan tidak puas, sehingga ia tidak merasa baik-baik saja, atau psychological well being-nya menjadi tidak baik, tidak peduli sekaya apapun seseorang, setinggi apapun strata pendidikannya.

Apatah lagi unsur yang ketiga, pemusatan psikologis. Bila pemusatan psikologis seseorang ditempatkan pada hal yang salah, atau didedikasikan untuk tujuan hidup yang tidak tepat, maka sebesar apapun potensi dalam dirinya yang ia coba untuk kembangkan, maka ia tidak akan pernah bisa bahagia.

Hal ini tentulah patut untuk disayangkan, dan patut menjadi perhatian pada hari kesehatan mental sedunia di tanggal 10 Oktober 2016.

Berangkat dari keprihatinan kami yang mendalam atas masalah inilah, maka kami memberanikan diri untuk menulis artikel ini. Dalam pengalaman kami memberikan Training melalui lembaga ESQ, ada sejumlah kejadian menggugah yang tak bisa kami lupakan, diantaranya saat seorang peserta di tengah-tengah training tiba-tiba mengakui bahwa ia telah melakukan korupsi, dan ia telah membawa semua uang yang telah diambilnya, untuk dikembalikan ke perusahaan, hanya setelah sehari dua hari training ESQ. Dan ada sejumlah kejadian lain yang menarik, bagaimana Tuhan memberikan petunjuk hidupnya melalui materi-materi sederhana yang kami coba susun dan sajikan dengan sebaik-baiknya.

Kami banyak belajar dari para peserta yang mendatangi kelas-kelas kami, baik dalam kelas publik dan in house di lebih dari 6000 perusahaan yang telah mengamanahkan karyawannya kepada kami untuk dibimbing. Hingga kami terus menghadirkan berbagai produk baru seperti yang kami hadirkan di tahun 2016 ini, yaitu ESQ New Chapter, yang kami kemas dengan teknologi tinggi dan materi mutakhir.

Salah satu hal yang kami pelajari dalam kelas-kelas training adalah bagaimana sejumlah keyakinan telah menjadi belief yang mendalam pada diri peserta, sehingga hal tersebut menggeser semua value yang dimilikinya hingga jauh dari fitrah bersih, suci dan lurus yang diturunkan Tuhan kepada semua ciptaannya. Untuk itu, di dalam kelas training ESQ kami menggunakan metode Neuro Linguistik Programming, yang dibawakan oleh para Trainer, Coach, Counselor dan Assessor yang telah mendapatkan sertifikasi Internasional dan diakui secara resmi oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi.

Tujuan kami hanya satu, agar lebih banyak orang yang memperoleh kebahagiaan lahir batin di dalam hidupnya, melalui metode ESQ. Agar lebih banyak orang yang kemudian bekerja dengan lebih baik di perusahaannya, lebih bahagia dalam kehidupan pernikahannya, dan meraih berbagai prestasi positif dalam waktu hidupnya.

Fenomena Penipuan oleh Dimas Kanjeng, telah membuat banyak orang menjauhi tuntunan Tuhan yang sebenarnya, dan telah mengangkat sang tokoh itu sebagai pengarah hidup mereka. Para pengikut itu telah menyerahkan diri, uang dan hidup mereka, di tangan Dimas Kanjeng, yang telah dianggap sebagai seorang ksatria piningit abad ini.

Padahal, semata-mata yang menjadi kausa hal tersebut hanyalah pencarian tujuan hidup. Dimas Kanjeng telah memanfaatkan kebutuhan orang-orang akan tujuan hidup, dan menggunakan berbagai metode untuk membuat orang-orang mengikuti jalan sesat yang diciptakannya.

Dimas Kanjeng telah menciptakan berbagai tokoh-tokoh yang ia buat menjadi sukses dan menikmati hidup mewah yang ia berikan dengan hasil uang yang ia himpun dari sekian jumlah orang yang ia tipu sebelumnya.

Karena adanya tokoh-tokoh sukses sekejap itulah, banyak orang yang kemudian ingin mendapatkan kehidupan yang sama. Tokoh-tokoh sukses sekejap tersebut menjadi ‘brand ambassador’ dari padepokannya. Mereka mendapatkan uang dari Dimas Kanjeng untuk menyebarkan paham sesatnya, dan dijadikan para penghimpun dana yang lebih besar lagi.

Padahal akar masalahnya hanyalah tidak tercapainya kesejahteraan psikologi semata. 3 unsur Psychological wellbeing pada diri mereka, seperti perbandingan sosial, perwujudan penghargaan, dan pemusatan psikologisnya, telah menuju ke arah yang salah.  

Pada kurun waktu tahun 2000 hingga 2016 ini, ESQ telah mencoba merumuskan solusi untuk menemukan akar masalah dari belief-belief yang salah arah ini, yang telah menyebabkan banyak orang terseret untuk menjauhi tuntunan Rasul dan Tuhan. Kami telah menemukan formula 7 belenggu, yang menjadi sumber dari berbagai belief yang mengotori jiwa yang seharusnya fitrah. Padahal, dengan jiwa yang fitrah tersebut, kita bisa menangkap berbagai limpahan petunjuk dari Tuhan, untuk membuka kunci-kunci keberhasilan hidup di dunia.

Melalui metode Mission Statement dan Character Building, kami mengajak masyarakat untuk menemukan makna hidup dengan metode yang telah diakui oleh MUI kelurusan dan kebaikannya. ESQ telah menerima sertifikat kesesuaian syariah dari MUI pada tahun 2011.

Melalui metode Self Control dan Collaboration, kami mengajak masyarakat untuk berbagi dengan kaum papa, dan bersimpati pada penderitaan mereka. Melalui metode Total Action, kami mengajak masyarakat untuk melakukan perencanaan dalam semua aktivitas kehidupan, agar tidak berakhir sia-sia, agar setiap eksekusi kerja yang kita lakukan, bisa berhasil dengan optimal, dan mencapai impian-impian hidup yang jauh lebih baik dari sebelumnya.

Metode ESQ ini telah diterima oleh lebih dari 2 juta orang pembaca buku kami yang letaknya tersebar di berbagai benua, dan Training ESQ telah diterima oleh 1,5 juta orang penduduk dunia, dari berbagai agama.

Karena itu, kami ingin menyatakan keprihatinan kami yang mendalam atas tersesatnya puluhan ribu kaum muslim dan non muslim yang telah dikelabuhi oleh Dimas Kanjeng. Dan ingin memberitahukan mengenai berbagai program super murah yang kami susun khusus, diantaranya program Untukmu Guru, program untuk para Siswa sekolah dan untuk Mahasiswa, yang berbiaya sangat murah. Untuk keterangan lengkapnya bisa menghubungi telepon kantor ESQ di (021) 2940 – 6969. Semoga dengan upaya ini, semakin banyak masyarakat Indonesia yang terbantu dan terhindar dari berbagai skema penipuan tujuan hidup dari tokoh-tokoh seperti Dimas Kanjeng atau oknum-oknum lainnya.

Writer : Gina

Salam,

Ary Ginanjar Agustian