Skip to main content
Inspirasi

Cara Agar Bisa Berprasangka Baik

Cara Agar Bisa Berprasangka Baik - Ary Ginanjar Agustian

Pada suatu pagi, ada sebuah rapat antar departemen hasil evaluasi rutin sedang dibicarakan. Tahukah Anda? Seorang karyawan tiba-tiba menguap di tengah rapat yang sedang berlangsung dengan serius. Seisi ruangan pun spontan menoleh ke orang yang menguap tersebut. Sang Bos menatap ke arahnya sambil menggeleng-gelengkan kepala dan berkata “Saya kecewa sekali dengan Anda. Saya rasa Anda tidak menghormati orang-orang yang hadir dalam rapat ini”. Sang karyawan pun langsung tertunduk. Dengan wajah pucatnya, ia berkata dengan lirih “Maaf, saya ingin menyampaikan, bahwa sebenarnya saya tidak bisa ikut rapat ini. Karena rapat ini cukup penting, saya coba hadir. Saya mengantuk, karena tidak bisa tidur. Semalam anak saya kecelakaan dan sekarang sedang dirawat di ICU dalam keadaan tidak sadar. Mohon maaf kalau menguap saya tadi kurang sopan.”

Semua orang yang hadir langsung terperangah. Mereka terjerumus pada prasangka dan belenggu pikiran yang menganggap jika ada orang menguap di tengah rapat penting, maka orang tersebut “tidak antusias”. Sebuah prasangka buruk telah terjadi. Semua yang ada di ruang meeting punya asumsi buruk terhadap karyawan yang menguap. Apa yang bisa kita petik dari cerita di atas? Simak dulu cerita lain yang juga ada hubungannya dengan prasangka.

Wisnu bekerja sebagai tenaga professional sebuah perusahaan ternama. Suatu hari ia ditawari untuk membeli taksi oleh seorang supir. Awal mulanya, Wisnu curiga dan berpikir “Jangan-jangan saya akan ditipu oleh supir ini”. Namun, Wisnu mengambil langkah yang sangat mengagumkan. Ia setuju untuk membeli taksi tersebut, sekaligus memberi kesempatan kepada supir tadi untuk menjalankan taksi itu, dengan catatan, sang supir harus membayar uang setoran sebesar Rp 35.000/hari. Wisnu juga memberikan jatah satu hari setiap bulan sebagai hari “bebas setor”. Begitu bijak langkah yang diambil oleh Wisnu.

Setelah itu, apa yang terjadi? Satu bulan kemudian, sang supir datang ke rumah Wisnu bersama taksinya, sambil memperlihatkan setumpuk uang sambil berkata “Pak Wisnu, lihat. Sekarang saya sudah punya tabungan sebegini banyak. Usaha Wisnu dan sang supir berjalan dengan lancer. Sungguh pekerjaan yang betul-betul dilandasi oleh kepercayaan dan prasangka baik akan melahirkan hasil yang baik pula.

Terlihat perbedaan kan dari cerita di atas. Yang bisa kita petik dari kedua cerita di atas adalah bahwa tindakan seseorang sangat bergantung pada pikirannya. Lingkungan pun juga sangat berperan dalam mempengaruhi cara berpikir seseorang. Prasangka buruk mengalir serta berubah menjadi sikap “defensif” dan tertutup karena selalu beranggapan buruk kepada orang lain. Sebaliknya, berprasangka baik pada orang lain akan mendorong dan menciptakan kondisi untuk saling percaya, saling mendukung, terbuka dan kooperatif.

Salam 165

Ary Ginanjar Agustian